KOMPLEKS KEDATON

Pelataran Kedaton, merupakan bagian utama dari keseluruhan bangunan dalam Keraton. Dari timur ke barat, kita akan melihat beberapa bangunan Jawa. Salah satunya adalah Maligi, sebuah pendapa berukuran kecil berbentuk limasan jubang, tidak berserambi, bertiang delapan, yang didirikan di tahun 1882. Tempat ini dipisahkan dengan Kompleks Sri Manganti Lor dengan Kori Sri Manganti Lor. Gerbang yang dibangun oleh Sri Susuhunan Pakubuwono IV pada tahun 1792 ini disebut juga dengan Kori Ageng. Bangunan ini memiliki kaitan erat dengan Pangung Sangga Buwana secara filosofis. Pintu yang memiliki gaya Semar Tinandu ini digunakan untuk menunggu tamu-tamu resmi kerajaan.


Kori Sri Manganti Lor dilihat dari halaman Kedaton

Bagian kanan dan kiri pintu ini dipasang beberapa cermin besar dan dihiasi oleh ragam hias berwarna putih-biru di atas pintu gerbang. Di sisi barat gerbang ini terdapat bangunan Nguntarasana (ruang tunggu para pangeran sebelum menghadap Sri Sunan), Gedhong Langen Katong (bangunan bertingkat tempat Sri Sunan berkarya), dan Kantor Sasana Wilapa (Kesekertariatan Keraton).

Halaman utama Kompleks Kedaton ini dialasi dengan pasir hitam dari pantai selatan dan ditumbuhi oleh 72 batang pohon sawo kecik (Manilkara kauki; Famili Sapotaceae) yang ditanam atas prakarsa Sri Susuhunan Pakubuwono IX. Pohon sawo kecik mengandung makna filosofis, sarwo becik, yang berarti serba baik. Selain itu halaman ini juga dihiasi dengan patung-patung bergaya Eropa. Halaman utama Kompleks Kedaton dikelilingi beberapa bangunan utama, diantaranya adalah Sasana Sewaka, Bangsal Maligi, Dalem Ageng Prabasuyasa atau Dhatulaya, Sasana Handrawina, dan Panggung Sangga Buwana.




Halaman Kedaton yang dilapisi pasir halus dan ditanami pohon sawo kecik


Bangsal Maligi



Sasana Sewaka merupakan pendapa utama dari keseluruhan pendapa yang terdapat di Keraton Surakarta. Bangunan ini aslinya merupakan bangunan peninggalan pendapa Keraton Kartasura. Pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Pakubuwono XII tepatnya pada tahun 1985 tempat ini (bersama dengan Bangsal Maligi, Dalem Ageng Prabasuyasa, dan Sasana Handrawina) pernah mengalami musibah kebakaran. Di bangunan ini pula Sri Sunan bertahta dalam upacara-upacara kebesaran kerajaan seperti tingalandalem jumenengan (peringatan hari kenaikan tahta) dan ulang tahun Sri Sunan. Pendapa besar ini dikelilingi oleh selasar pada masing-masing sisinya yang disebut Paningrat.

Pada selasar bagian selatan terdapat dua rangkaian gamelan yaitu Kyai Kadukmanis dan Kyai Manisrengga. Di tengah-tengah bangunan terdapat lampu kristal rasaksa yang disebut Kyai Remeng. Pada zaman dahulu, Sri Sunan berkenan lenggah sinewaka (duduk mengheningkan cipta) di Sasana Sewaka setiap hari Senin dan Kamis.


Sasana Sewaka

Sebagai pendapa utama, fungsi Sasana Sewaka ini bersifat khusus, karena fungsi kegiatannya selalu melibatkan Sri Sunan dan para Abdi dalem tingkatan tertinggi; sebagai pusat upacara, adat dan keagamaan. Menurut kepercayaan, Sasana Sewaka ini mempunyai kekuatan magis. Konon kepercayaan tersebut terbukti pada saat Presiden Soekarno hendak berkunjung menghadap Sri Susuhunan Pakubuwono XII pada tahun 1945. Presiden yang akan memasuki Pendapa Sasana Sewaka, tiba-tiba Presiden menolak karena saat itu Presiden merasakan suatu daya gaib sehingga terpaksa Presiden Soekarno diterima oleh Sri Sunan di ruang lain, yaitu di Sasana Handrawina.

Di sebelah barat bangunan Sasana Sewaka terdapat Sasana Parasdya, sebuah pringgitan atau tempat menggelar pertunjukan wayang kulit. Pada masa Sri Susuhunan Pakubuwono X, tempat ini digunakan untuk menerima tamu tidak resmi. Di sebelah barat Sasana Parasdya terdapat Dalem Ageng Prabasuyasa (praba = cahaya, suyasa = rumah/kediaman). Tempat ini merupakan bangunan inti dan terpenting dari seluruh bangunan yang ada di Keraton Surakarta.

Di Dalem Ageng Prabasuyasa inilah disemayamkan pusaka-pusaka kebesaran dan juga singgasana tahta (Dhampar Kencana) Sri Sunan serta regalia yang menjadi simbol kerajaan. Di lokasi ini pula Sri Sunan bersumpah ketika mulai bertahta sebelum upacara pemahkotaan dihadapan rakyat dan tamu undangan di Siti Hinggil Lor. Di sisi timur Sasana Sewaka terdapat Bangsal Maligi yang dibangun pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Pakubuwono IX pada tahun 1882, berfungsi sebagai tempat mengkhitankan putra Sri Sunan dari permaisuri.

Bangunan berikutnya adalah Sasana Handrawina. Bangunan ini didirikan pada masa Sri Susuhunan Pakubuwono V. Awalnya orang menyebut tempat ini Pendapa Ijo, karena dahulu bercat hijau. Tempat ini digunakan sebagai tempat perjamuan makan resmi kerajaan. Kini bangunan ini biasa digunakan sebagi tempat seminar maupun gala dinner tamu asing yang datang ke kota Surakarta.

Di tempat ini pula Sri Sunan menjamu para raja-raja mancanegara yang berkunjung ke Surakarta, termasuk Raja Rama V dari Thailand (tahun 1896), Ratu Juliana dari Belanda (tahun 1982), dan Raja Norodom Sihanouk dari Kamboja (tahun 1984). Di depan Sasana Handrawina terdapat tiga bangunan serupa bangsal yang berukuran kecil yaitu Bangsal Bujana (tempat menjamu pengikut tamu agung), Bangsal Pradangga Lor (tempat memukul gamelan), dan Bangsal Pradangga Kidul atau Bangsal Musik (tempat memainkan musik moderen atau orkes). Pada bagian selatan Sasana Handrawina terdapat bangunan dua lantai yang disebut Sasana Pustaka dan Drawisana, yaitu bangunan perpustakaan istana yang berfungsi sebagai tempat menyimpan berbagai kitab kuno dan naskah-naskah kerajaan.




Sasana Handrawina



Pada sisi timur Kompleks Kedaton terdapat Museum Keraton Surakarta yang diresmikan di masa pemerintahan Sri Susuhunan Pakubuwono XII pada tahun 1963, sebagai bagian dari realisasi program pariwisata nasional pertama oleh Presiden Soekarno. Bangunan yang dijadikan museum tersebut merupakan bekas Kompleks Kadipaten atau Panti Pangarsa, sebuah kawasan kantor-kantor urusan rumah tangga istana. Kantor-kantor yang terdapat dalam Kompleks Kadipaten adalah Bale Kretarta (Kantor Pemerintah Keraton), Reksa Hardana (Kantor Kas dan Keuangan Keraton), Sitaradya (Kantor Pembesar Pemerintah Keraton), Kantor Mandrasana (Kantor Urusan Kebutuhan Harian), Bale Karta (Kantor Urusan Perbelanjaan Keraton), serta Gedhong Karyalaksana (tempat memasak).

Pintu masuk utama kawasan museum ini terdapat di Jalan Sidikara (dari halaman Kamandungan Lor ke arah selatan melewati Kori Gapit Wetan), sekaligus menjadi pintu masuk utama bagi wisatawan umum yang ingin menuju Kompleks Kedaton. Setelah museum diresmikan, perkantoran istana berpindah di Kompleks Kamagangan sampai sekarang. Di tengah kompleks museum terdapat halaman yang di tengahnya terdapat hiasan patung-patung bergaya Eropa, batang kayu jati dari Hutan Donoloyo, dan sebuah sumur yang bernama Sumur Kakipaten (atau dikenal pula dengan sebutan Sumur Songo).



Sebelah barat Kompleks Kedaton merupakan tempat tertutup bagi masyarakat umum dan jarang dipublikasikan sehingga tidak banyak yang mengetahui kepastian sesungguhnya. Kawasan ini juga melingkupi kawasan Keraton Kilen (harfiah = istana barat), yang merupakan tempat tinggal resmi Sri Sunan dan keluarga kerajaan yang masih digunakan hingga sekarang. Kawasan tertutup ini terhitung mulai dari sebelah barat dan selatan Dalem Ageng Prabasuyasa.

Dari arah Dalem Ageng Prabasuyasa, di sebelah selatan bangunan utama keraton tersebut terdapat Dalem Pakubuwanan, sebagai kediaman permaisuri tertua Sri Sunan yang bertahta. Di Dalem Pakubuwanan juga terdapat bangunan-bangunan yang berisi kamar tidur, kamar busana, ruang makan, dan ruang bersantai, termasuk diantaranya Madusuka (kamar tidur Sri Sunan) serta Madusita (ruang khusus untuk sarapan pagi Sri Sunan).


Pada kawasan Pakubuwanan ini juga terdapat taman asri yang disebut Nganjarsari. Di bagian selatan Pakubuwanan terdapat kompleks bangunan yang menghadap ke arah utara, dinamakan Sasana Hadi. Kompleks ini didirikan oleh Sri Susuhunan Pakubuwono IX, yang di dalamnya terdapat Pendapa Parankarsa yang berfungsi sebagai tempat bersantai Sri Sunan dan keluarganya. Sasana Hadi pernah digunakan sebagai tempat tinggal resmi Sri Susuhunan Pakubuwono XII.

Kompleks lain yang terdapat dalam kawasan tertutup ini adalah Kompleks Argapura dan Argapeni atau Gunungan, yang terletak di belakang Dalem Ageng Prabasuyasa. Kawasan bukit buatan ini dikelilingi taman yang disebut Baleretna. Fungsi dari kompleks ini adalah sebagai replika Gunung Meru (melambangkan pusat alam semesta) dalam mitologi Jawa pra-Islam dan sebagai tempat Sri Sunan dan keluarganya berlindung jika sewaktu-waktu istana diserang musuh. Di sisi barat Kompleks Argapura, terdapat Taman Sari Bandengan. Di tengah-tengah kolam buatan manusia ini berdiri bangunan semacam musala yang digunakan sebagai ruang meditasi oleh Sri Sunan dan para pangeran.

Di belakang tepian kolam terdapat tempat yang berisi batu meteor keramat dan tangga dari batu yang menuju ruang meditasi. Pada sisi utara kolam terdapat bangunan Banoncinawi, tempat para selir Sri Sunan. Bagian barat Kompleks Taman Sari Bandengan terdapat masjid yang bersifat pribadi yaitu Masjid Pudyasana, yang dibangun pada tahun 1912. Di masjid ini pula jenazah Sri Sunan dan permaisuri disucikan sebelum diberangkatkan ke pekamaman.

Kawasan Karaton Kilen sendiri terletak di sebelah selatan Taman Sari Bandengan, dibangun pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Pakubuwono X pada tahun 1904 dengan nama lengkap Karaton Kilen ing Prabasana. Kasunanan Surakarta telah diramalkan usianya hanya 200 tahun. Oleh karena itu, Sri Susuhunan Pakubuwono X, setelah mendapat petunjuk gaib, mewiradati supaya Kasunanan Surakarta dapat langgeng sepanjang masa dengan membuat Keraton Kilen, (keraton yang berada di dalam keraton). Untuk itu namanya "Keraton Kilen ing Prabasana".

Makna simbolisme pada kata prabasana adalah suatu penerang yang memancarkan kesegaran yang alami sebagai alam tumbuh-tumbuhan (tetuwuhan) terutama tanaman padi, warna hijau sebagai lambang kasih sayang atau kecintaan antar keluarga Sri Sunan dan cinta Sri Sunan sebagai pengayoman rakyat, yang merujuk pada makna dasar pertumbuhan suatu keturunan keraton yang diharapkan akan memancarkan sinar secara alami yang memiliki kekuatan dan keastian/percaya diri secara seimbang. Pada gilirannya, para Sunan yang kelak memimpin kerajaan diharapkan memiliki ketegaran dan teguh pendirian dalam menjalankan cita-cita luhur keraton.

Bangunan-bangunan lain yang berada di kawasan bagian barat Keraton Surakarta yang tertutup ini termasuk Keputren (kediaman putri-putri Sri Sunan), Kesatriyan (kediaman putra-putra Sri Sunan), Sasana Putra, dan Sasana Narendra yang merupakan tempat tinggal resmi Sri Susuhunan Pakubuwono XIII.


Pintu gerbang Sasana Putra

Keputren terdiri dari bangunan-bangunan yang menjadi tempat tinggal putri-putri keraton. Di dalamnya termasuk bangunan Panti Rukmi, yang berfungsi sebagai kediaman para istri selir Sri Sunan. Kawasan Keputren sendiri juga dilengkapi dengan semacam pasar yang menyediakan bahan kebutuhan sehari-hari, dan semua abdi dalem yang bertugas di kawasan ini adalah abdi dalem perempuan, sehingga Keputren sangat tertutup bagi pria.

Sementara kawasan Kesatriyan yang merupakan tempat tinggal para pangeran keraton, terdiri dari tiga bangunan utama yaitu Bangsal Kesatriyan, Dalem Kesatriyan (terdiri dari bangunan Gedhong Putra Dalem, Gedhong Purwarukma, dan Gedhong Sri Katon), dan Keparak Gusti (tempat abdi dalem yang bertugas melayani para pangeran).




TENTANG MERBABU.COM

Merbabu Community atau Komunitas Pecinta Alam Merbabu, berdiri sejak tahun 1984.

Website Merbabu.com hadir sejak tahun 2001, dirintis sejak tahun 1997 dengan domain hosting gratisan.

UNDERCONSTRUCTION

KERATON

CANDI

AIR TERJUN

 

.

.

Copyrights © 2001 - 2017 Merbabu.Com Powered by Propacom