MERBABU.COM Pendakian Gunung Merapi Merbabu Jawa Tengah
Website in English Website in Nederlands Website Bahasa Indonesia Nature Lovers and Climbers List Photo gallery the Albums of Nature blog merbabu Mailling List Yahoo groups Merbabu Community groups in Facebook Guestbook of Nature Lovers
MENU KIRI

Kehadiran bangsa Belanda di gugus Kepulauan Banda terbukti dengan adanya Fort Belgica. Fungsinya untuk menjaga dan mempertahan kan Fort Nassau yang dibangun Portugis dari serangan pribumi Banda.

Kesamaran Dunia Timur di masa lalu telah menggerakkan imajinasi para pelaut Portugis untuk merin tis sebuah perjalanan panjang tak berpeta. Dari dongeng dan legenda yang dituturkan oleh nenek moyang mereka, para pelaut itu mencoba mencari tanah idaman baru untuk memetik "buah emas" yang masih terpendam di kawasan Dunia Timur Raya. Mungkin darah suku Moor yang mengalir dalam tubuh mereka mewarisi keengganan untuk tinggal dan bermukim di daerah dingin.

Bangsa yang suka berdagang itu segera beranjak mencari daerah-daerah baru, yang hawanya panas di ujung seberang lautan lepas. Setelah melewati Tanjung Harapan (Cape of Good Hope), rombongan singgah dan terbagi di Calicut, India, sebelum berlabuh dan menetap di tanah idaman Bandar Malaka. Di sinilah para pelaut Portugis mencium wangi rempah-rempah Maluku dari para pedagang Jawa, Cina dan Arab. Wangi dan aromatik yang sama pemah dicium para pelaut Portugis di arena pasar Persia, Konstantinopel dan Venesia, yang juga merupakan bandar-bandar niaga masyhur di dunia.

Dongeng tentang harumnya rempah-rempah di Kepulauan Maluku membuat Alfonso de Albuquerque segera menyiapkan armada dan balatentaranya. Ekspedisi dimulai dengan mengarungi Laut Jawa, melalui Kepulauan Sunda
Kecil, Ambon dan akhirnya berhenti di Ternate, tempat yang diyakini sebagai penghasil pala dan fuli (bunga pala). Dan ketika mendengar bahwa Banda adalah pusat "tambang emas" itu, ia mengutus Antonio de Abreau beserta
rombongan untuk mengadakan peninjauan ke sana.

Kedua utusan ini ternyata begitu mudah diterima masyarakat setempat, terutama para pedagang dan Tua-tua Adat yang disegani. Mereka tidak mengalami kesulitan dalam memperoleh Pala dan Fuli yang diharapkan. Apalagi harga rempah-rempah di Kepulauan Banda ketika itu sangat murah, sehingga para pedagang Portugis memperkirakan akan memperoleh keuntimgan mendekati 1000 persen di pasaran Lisabon.

Sebagai kebiasaan khas bangsa Portugis untuk meninggalkan kenangan di sebuah tempat persinggahan, mereka selalu mendirikan sebuah benteng yang tidak saja dipakai sebagai pos tetapi juga gudang penyimpanan berbagai kebutuhan dan peralatan. Di Neira (Banda Neira) mereka tak ketinggalan mendirikan sebuah benteng pada 1527 yang disebut Fort Nassau. Benteng ini oleh pendirinya Kapitan Garcia tidak saja dipakai sebagai latar depan gugus kekuatan sesuai dengan letaknya yang strategis di pinggir pantai tetapi sekaligus sebagai gudang penimbunan hasil bumi yang mereka peroleh dari Kepulauan Banda.

Wangi rempah-rempah di Kepulauan Banda, tidak hanya menarik minat bangsa Portugis. Pada tahun 1599, bangsa Belanda di bawah pimpinan Laksamana Muda Jacob van Heemskerk, bersama 200 pedagang, balatentara dan anak buah kapal NederlanddanZeeland, singgah di perairan Orantata, Pulau Lonthor (Banda Besar). Dengan demikian, Kepulauan Banda pada abad ke-16 telah menjadi arena pertemuan bangsa Barat, yang juga merupakan awal proses harmoni Timur-Barat.

Kehadiran Van Heemskerk tak jauh berbeda dengan pendahulunya. Meskipun secara pribadi ia tak menyukai budaya pribumi yang jarang mandi dan hampir tidak memakai baju, namun dia dan anak buahnya sangat mudah diterima oleh masyarakat pribumi Banda. Simpati itu terwujud dengan pemberian hadiah-hadiah kepada kepala-kepala kampung dan Tetua Adat berupa: cermin, pisau,
gelas kristal, mesiu dan sejumlah beludru merah. Daya pikat demikian membuat penduduk pribumi Banda mudah me nyerahkan hasil-hasil bumi yang ada. Bahkan penduduk Banda bersedia memenuhi permintaan pala dan fuli dalam jumlah besar.

Bangsa Belanda tampaknya lebih bebas memperoleh pala dan fuli dalam jumlah besar, apalagi harganya yang relatif murah. Belanda membeli pala dengan harga 6,45 real (ringgit perak Belanda) per bahar (522 pon Belanda) dan fuli seharga 60 real per bahar. Meski saat itu terjadi inflasi harga, namun bangsa Belanda agak terhibur dengan keuntungan yang akan diraih (kurang lebih 500 persen) di pasaran Amsterdam.

Kepulauan Banda kemudian menjadi arena niaga yang ramai dengan hadirnya para pedagang Portu gis, Cina, Belanda, Inggris (di bawah pimpinan James Lancaster 1601) dan Melayu. Umumnya para pedagang membawa berbagai barang keperluan penduduk yang cocok dengan keinginan dan iklim Kepulauan Banda. Pedagang Jawa membawa kain batik, India membawa kain belacu, Cina membawa porselin dan berbagai ramuan obat-obatan, Belanda membawa wol dan beludru.

Sebaliknya, kehadiran bangsa Belanda yang cepat akrab dengan penduduk pribumi, membuat rasa iri para pedagang lainnya. Ketika Fort Nassau jatuh ke tangan Belanda dan kemudian disewakan pada seorang pribumi sebagai gudang penyimpan pala dan fuli, kondisi ini menimbulkan perpecahan antara Belanda dan penduduk pribumi Banda. Mengatasi keadaan ini, Belanda lalu mendirikan sebuah benteng di belakang Fort Nassau, sebagai pelindung Fort Nassau apabila ada penyerangan dari penduduk pribumi.

Adalah Pieter Both yang tiba di Banda pada 26 April 1611 dengan 11 armadanya dan kemudian menjadi Gubemur Jenderal Banda pertama, memandang perlu untuk mendirikan benteng (Fort) Belgica tersebut. Menurut Benteng itu dinamakan Fort Belgica oleh Pieter Both untuk mengenang daerah kelahirannya di Belgia (Flams).

Letak benteng itu sangat strategis, memudahkan orang Belanda mengadakan pengawasan ke segala penjuru Kepulauan Banda. Di tengah halaman Fort Belgica terdapat sebuah sumur dan terowongan bawah tanah yang berhu bungan langsung dengan Fort Nassau yang terletak di tepi pantai Neira. Dibangun dengan bahan-bahan alam yang ada di tanah Banda Neira dan didesain menurut selera dan teknik bangsa Belanda pada masa itu, sehingga jadilah Fort Belgica seperti yang kita saksikan sekarang ini.

 

Fort Belgica, one of many forts built by the Dutch East India Company, is located in the Banda Islands, Maluku Province, and is one of the largest remaining European forts in Indonesia.

Constructed in 1611, the fort was an important defensive structure commanding over the bay of Bandanaira. Its construction gave the Dutch an edge over other colonial powers in the area, and still remains the largest extant structure on the Banda Islands.

This site was added to the UNESCO World Heritage Tentative List on in the Cultural category.

There is a small entry few to the fort and you can walk around at your leisure, but for a better understanding of the history, it is worth paying a little more to one of the local people to act as a guide for you. Fort Belgica has been restored somewhat and the white-washed walls are clearly not original, but it is well worth the climb for some great views of Gunung Api and Banda Besar.

There is a tunnel, which is apparently still open all the way to the original fort, Fort Nassau, some walls of which are still standing. You can walk inside the dark, damp, windowless cell where prisoners were kept and peer through the slots where sentries kept guard from the upper ramparts. Take care climbing the steep ladders. Guides can show you where the kitchen areas were and where the ammunition was stored.

 

Kepulauan Banda yang terletak di Maluku Tengah dikenal bangsa Barat karena hasil pala dan fili. Tiga orang pemimpin bangsa Indonesia Mohamad Hatta, Sjahrir, dan Tjipto Mangunkusumo pernah dibuang kesana oleh Belanda.

Pulau Gunung Api memiliki ketinggian 666 mdpl menjadi pemandangan indah di samping benteng Fort Belgica. Gunung ini dapat didaki dalam waktu tempuh beberapa jam, dengan mengguna kan perahu boat untuk menye barang ke pulau Gunung Api.

- Majalah Suara Alam
- Indonesie Volken en Stammen ter bitan Amsterdam Boek
- Indonesia terbitan Apa Public ations

 

 

Banner Kanan
 
 
 
 
 

 
Banner Bawah

HOME  -  ARTIKEL  JAWA BARAT  -  JAWA TENGAH  -  JAWA TIMUR  -  LUAR JAWA -  BLOG MERBABUCOM  -  PHOTO GALLERY